Zero Covid-19 Tiongkok: Perekonomian Lesu, Warga Demo Karena Frustasi
Warga China berunjuk rasa menolak kebijakan Zero Covid-19. Source: CNN Indonesia. |
Kebijakan Zero Covid-19 Tiongkok yang diberlakukan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping membuat perekonomian negara itu melambat. Selain itu, warga Tiongkok yang geram dan frustasi karena dilarang keluar rumah selama berbulan-bulan akhirnya melakukan aksi protes besar-besaran pada Minggu, 27 November 2022.
Covid-19,
penyakit infeksi menular yang telah membunuh lebih dari 6 juta orang di seluruh
dunia itu nampaknya masih belum bisa “move on” dari negara asalnya. Bagaimana
tidak? Tiongkok justru baru saja memecahkan rekor baru dalam pelonjakan kasus
baru Covid-19.
Cukup
ekstrem, ada 55.616 kasus baru dalam sehari, tepatnya pada hari Rabu, 23
November 2022. Jumlah ini adalah yang tertinggi di Tiongkok sejak Covid-19
muncul pertama kali.
Berkali-kali
Tiongkok dikabarkan telah bebas dari Covid-19 dan membuka lockdown
secara total. Namun, untuk kali ini nampaknya negara tersebut justru terjun
jauh ke dalam jurang. Sebab, pasien Covid-19 di negara bambu itu semakin
membludak.
Mengetahui
jumlah kasus yang kian hari bukannya menurun, tetapi malah melonjak tinggi, Presiden
Tiongkok Xi Jinping kemudian memberlakukan kebijakan Zero Covid-19 di negaranya
untuk menekan angka kasus baru yang diprediksi akan terus bertambah.
Ketika
negara lain telah melakukan pelonggaran, berbeda dengan pemerintah Tiongkok
yang harus mengetatkan pembatasan sosial bagi warganya selama berbulan-bulan.
Akademisi sekaligus peneliti dari Universitas Fudan, Shanghai menjelaskan bahwa
Tiongkok memang sangat rentan mengalami tsunami Covid-19.
Sama
seperti pemberlakuan lockdown pada masa-masa sebelumnya, Beijing yang
merupakan ibukota Tiongkok menutup sejumlah fasilitas publik seperti sekolah, restoran,
dan berbagai pusat keramaian yang menjadi pemicu utama cepatnya penularan
Covid-19. Sebagian otoritas juga memberlakukan lockdown secara parsial
di wilayahnya.
Namun,
sepertinya kali ini Tiongkok kurang matang dalam meracik kebijakan, khususnya dalam
memprediksi masa depan. Tiongkok menerima sejumlah kritikan dari berbagai pihak
termasuk World Health Organization (WHO). WHO menyebut bahwa strategi
yang Tiongkok gunakan itu tidak akan bisa berkelanjutan. Sedangkan, Tiongkok
masih kekeh menjalankan strategi itu tanpa segera beralih ke cara yang lebih
efektif dan efisien.
"Kami
tidak berpikir itu (kebijakan Zero-Covid-19) bisa dilakukan berkelanjutan,
mengingat perilaku virus dan apa yang sekarang kami antisipasi di masa
depan," jelas Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros
Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, dilansir dari Reuters, pada hari
Rabu, 11 Mei 2022 lalu.
"Kami
telah mendiskusikan masalah ini dengan para ahli di China. Dan kami
mengindikasikan bahwa pendekatan tersebut (kebijakan Zero-Covid-19) tidak akan
berkelanjutan. Saya pikir perubahan akan sangat penting," tambahnya.
Tidak
kunjung usainya pemberlakuan Zero Covid-19 telah menjadi boomerang bagi
Tiongkok sendiri. Keinginan Xi untuk membuat Tiongkok tetap survive dari
lonjakan kasus Covid-19, membuat sirkulasi perekonomian negaranya terganggu
karena kebijakan yang dibuatnya.
Selain
untuk menekan angka pertumbuhan kasus Covid-19, ternyata kebijakan tersebut
juga ikut menekan angka pertumbuhan ekonomi. Sebab, berbagai kegiatan ekonomi
menjadi terhambat bahkan terhenti. World Bank memprediksi adanya
pelambatan dalam pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun ini dari
tahun sebelumnya.
Nampaknya,
perekonomian Tiongkok memang sedang memasuki era kegelapan. Menurut Trading
Economics, pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 mencapai 10,6
persen, kemudian anjlok menjadi 2,2 persen saja pada tahun 2020 karena pandemi.
Kemudian naik menjadi 8,1 persen pada tahun 2021.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, World Bank memprediksi PDB Tiongkok
hanya mencapai 2,8 persen saja pada tahun ini. Angka yang begitu kecil untuk se-level
negara yang perekonomiannya terbesar di Asia sekaligus rival Amerika
Serikat sebagai negara adidaya.
Selain
memberikan efek buruk secara ekonomi, kebijakan ini juga dinilai memberikan
efek buruk secara sosial. Pembatasan mobilisasi membuat warga Tiongkok menjadi
kesulitan bekerja. Khususnya bagi mereka yang hanya memiliki pendapatan harian,
pastinya akan lebih kesulitan untuk sekadar bertahan hidup.
Apalagi,
lesunya perekonomian negara membuat harga barang termasuk kebutuhan pokok
menjadi naik. Hal itu membuat setiap orang merasa lebih terbebani dan harus
memangkas beberapa pengeluaran mereka karena naiknya biaya hidup. Lantas
bagaimana dengan mereka yang kesulitan untuk hidup? Atau mereka yang kehilangan
pekerjaan?
Semua
permasalahan itu membuat warga Tiongkok semakin frustasi. Banyak dari mereka
yang mencoba untuk kabur dari “penjara” itu. Mereka merasa tidak akan mati
karena infeksi virus, tetapi akan mati karena kelaparan.
Warga
Guangzhou yang kebanyakan bekerja sebagai buruh memberontak atas penolakan
kebijakan pemerintah Tiongkok itu karena mereka kesulitan mendapatkan uang.
Mereka bentrok dengan sejumlah aparat, menjungkirbalikkan mobil-mobil polisi,
dan merusak pembatas-pembatas yang digunakan untuk membatasi mobilisasi warga.
Kemudian
sebuah insiden terjadi, yaitu kebakaran sebuah apartemen di Urumqi, Xinjiang
pada Kamis malam, 24 November 2022. Insiden tersebut menewaskan 10 orang serta
sembilan orang lainnya luka-luka. Warga pun menyalahkan pemerintah karena kebijakan
Zero Covid-19 diklaim membuat petugas susah memadamkan kobaran api.
Kemarahan
publik pun semakin tidak dapat terbendungkan lagi. Warga di Urumqi, Xinjiang
melakukan aksi protes untuk menolak kebijakan Zero Covid-19 khususnya pelebaran
aturan lockdown yang menyulitkan itu. Warga di wilayah lain termasuk
Shanghai rupanya ikut tersulut, sehingga terjadilah aksi serupa di kota
tersebut pada Minggu pagi, 27 November 2022. Warga Tiongkok menyerukan Xi
Jinping untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden.
Ini
adalah pemberontakan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akhirnya,
lebih dari 10 wilayah di Tiongkok membatalkan aturan lockdown pasca
meledaknya aksi demo besar-besaran ini.
(Dimas
Septo Nugroho)
Baca juga di E-Paper Harian Disway.
Comments
Post a Comment